Latest Post

Tahukah Kamu Kalau 19 Desember Hari itu Trikora?

Ditulis Oleh pakbendot.com pada Rabu, 19 Desember 2012

13242828781144764975
Monumen Trikora di Mabes TNI Cilangkap. Sumber Foto: detik.com

Tahukah Kamu bahwa hari , 19 Desember adalah Hari Trikora?
Tahukah Anda isi Trikora (Tri Komando Rakyat)?
Isi Trikora yang dilaungkan Bung Karno sebagai Presiden pertama Republik Indonesia pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta adalah sebagai berikut:
1. Pancangkan Sang Saka Merah Putih di Irian Barat.
2. Gagalkan Negara Boneka Papua Barat bentukan Belanda.
3. Adakan mobilisasi umum.
1324282989342807550
Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia (1945-1966). Foto: www.penasoekarno.wordpress.com
Trikora, yang isinya tersebut di atas, adalah tiga perintah umum Bung Karno kepada TNI dan rakyat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat yang saat itu masih dikuasai penjajah Belanda. Tindakan penguasaan sepihak tersebut merupakan bentuk pengingkaran isi Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, pada 1949 yang mensyaratkan Belanda menyerahkan seluruh wilayah jajahannya kepada pemerintah sah Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Operasi Trikora (19 Desember 1961-15 Agustus 1962) sebagai implementasi teknis dari seruan Sang Pemimpin Besar Revolusi itu pun dilancarkan di bawah pimpinan Mayjen TNI  Soeharto yang kemudian membentuk Komando Mandala. Alhasil, sebagaimana dicatat dalam sejarah, Belanda berhasil diusir keluar dari bumi Papua. Dan rakyat Papua, melalui Pepera (pemungutan pendapat rakyat), dengan segala kontroversinya, menyetujui bergabung dengan Republik Indonesia pada 1963.
Tahukah Anda bahwa asal nama “Irian Jaya” (sebelum diubah oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2000 menjadi “Papua”) berasal dari akronim “Ikut Republik Indonesia Anti Netherlands” dan “Jaya” dari kata “kejayaan”?
Kendati dalam sumber lain, konon disebutkan makna kata “Irian” adalah “negeri yang panas udaranya”. Di sumber lain lagi, dikatakan itu berasal dari kata dalam bahasa Arab “al ‘uryan” yang berarti “negeri orang-orang yang telanjang”. Konon berdasarkan catatan Ibnu Batutah, sang pengelana legendaris di dunia Arab, saat pertama kali ia menginjakkan kaki di bumi Papua, yang dijumpai adalah orang-orang “telanjang”. Barangkali seperti gambaran yang kita lihat jika melihat suku-suku asli Papua seperti Asmat dan yang lain.
Tahukah Anda bahwa jika Bung Karno pernah berkata bahwa “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya” ?
Jika kita lalai mengingat, apatah lagi menghargai jasa para pejuang Trikora yang gugur puluhan tahun lalu, bagaimana kita bisa disebut sebagai bangsa yang besar?
Jika kasus kerusuhan hingga tindakan kekerasan berdarah yang terus berlanjut secara sporadis di Papua, bagi kita, tak lebih menarik daripada ukuran payudara Melinda Dee, barangkali “wajar” juga jika kita melupakan 19 Desember sebagai Hari Trikora, suatu hari bersejarah dalam catatan perjuangan bangsa.
Dan mungkin kita baru akan tersadar, bahkan mengutuk marah,  jika kelak Papua terlepas dari dekapan ibu pertiwi seperti halnya Timor Timur pada 1999 silam. Karena kita dikalahkan oleh musuh terbesar kemanusiaan, menurut Vaclav Havel, yakni lupa.
Kembali ke pertanyaan awal, tahukah kita bahwa 19 Desember adalah Hari Trikora?
Jika tidak, mari kita berdoa sebelum terlanjur berduka…

MAKALAH KONSEP MASYAQQAH DAN RUKHSAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Ditulis Oleh pakbendot.com pada Senin, 17 Desember 2012


PENDAHULUAN
Dalam kitab-kitab yang ditulis ulama fiqh dan ushul fiqh, konsep masyaqqah dan rukhsah banyak dibicarakan dalam konteks “al-Taisir, rukhsah dan takhfi” (memudahkan, kelonggaran dan keringanan). Melalui tulisan yang sangat terbatas ini, penulis akan mencoba melihat persoalan “masyaqqah” (kesulitan) dalam melakukan hukum syari’ah dan persoalan “rukhsah” sebagai keringanan hukum karena adanya keuzuran yang dibenarkan syari’at.
Konsep masyaqqah dibicarakan oleh para ulama dalam topik “al-dharuriah” sejalan dengan beberapa kaedah ushul yang dipakai dalam persoalan diharuriah yang bersumber dari nash Al Qur’an dan Sunnah. Kaedah dimaksud ialah : “Kesulitan itu membawa kepada kemudahan” (Al-Sayuti, 1959 : 76 Ibn Nujim, 1968 : 75).
Kaedah ini berdasarkan kepada firman Allah : “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (Q.S Al-Baqarah 185) “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya” (Q.S Al-Baqarah 286). “.........dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesulitan”. (Q.S. Al-Hajj 78). Kaedah ini juga bersumber kepada Hadits Rasulullah SAW : “Sesungguhnya kamu diutus untuk memudahkan”. (Bukhari Muslim). “Dan permudahkanlah dan jangan menyusahkan” (Bukhari Muslim).
KONSEP MASYAQQAH DAN RUKHSAH
1.    Pengertian Masyaqqah dan Rukhsah
Hakekat masyaqqah ialah bahwa kesulitan dan kesusahan itu menjadi sebab bagi kelonggaran dan kemudahan, di mana sewaktu ada kesempitan  harus ada kelonggaran (Majallah, 1968 : 18). Dari sudut bahasa, masyaqqah ialah sesuatu yang meletihkan. Menurut istilah ialah suatu ungkapan yang digunakan secara khusus merujuk kepada persoalan yang menurut kebiasaan mampu dilakukan, tetapi dalam kasus-kasus tertentu, ia telah keluar dari batas-batas kebiasaan itu sehingga menyebabkan seorang mukallaf mengalami kesukaran untuk melaksanakan. (Al-Syatibi 2, 1992 : 80). Tujuan utama dari konsep masyaqqah ialah untuk :
1.    Menghindarkan umat Islam dari penyelewangan terhadap agama dan membenci taklif (Beban syari’at).
2.    Menjauhkan diri dari mengabaikan kewajiban dan tanggung jawab kepada Allah ketika dalam keadaan sibuk dengan persoalan duniawiah.
Sementara itu rukhsah pada dasarnya merupakan suatu bukti bahwa Islam adalah syari;at yang fleksibel dan senantiasa memudahkan ummatnya melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab. Ulama Ushul Fiqh mendefinisikannya : sebagai hukum yang disyari’atkan oleh Allah dengan mempertimbangkan keuzuran manusia. (Al-Amidi, 1, 1985 : 68). Definisi lain dikalangan ulama Syafi’i ialah : suatu hukum yang sifatnya menyalahi dalil karena keuzuran (Al-Ghazali 1, tt : 63). Istilah rukhsah digunakan untuk menunjukkan perbedaan dengan ‘azimah, yaitu hukum asal yang ditetapkan sejak semula sebagai ketetapan yagn berlaku umum bagi setiap mukallaf dan berlaku untuk semua situasi dan kondisi, seperti wajibnya shalat, zakat dan sebagainya. (Zaidan, 1993 : 49).
Dari ungkapan-ungkapan di atas dapat dipahami bahwa : Masyaqqah ialah suatu bentuk kesulitan yang dialami manusia untuk melaksanakan suatu  kewajiban, sehingga menyebabkan ia harus diberi jalan lain untuk itu. Sedangkan rukhsah adalah suatu  sifat yang muncul dari berbagai kesulitan yang kemudian mendapat kemudahan dan kelapangan sehingga mukallaf mampu melaksanakan kewajibannya.

Pembagian Masyaqqah dan Rukhsah
Al-Syatibi dalam Al-Muwafaqah fi Ushul al-Ahkam membagi masyaqqah kepada dua macam :
a.    Masyaqqah biasa, yaitu kesulitan bias yang dapat dihadapi tanpa mengalami berbagai kemudaratan, seperti kesulitan-kesulitan dalam menjalankan ibadah fardhu, kesulitan mencari nafkah, kesulitan dalam jihad menantang musuh dan sebagainya. Kesulitan seperti itu tidak membawa kepada keringanan hukum, sebab perbuatan itu bertujuan  untuk menjaga kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.
b.    Masyaqqah luar biasa, yaitu kesulitan yang menyebabkan kesengsaraan yang tidak mampu dipikul oleh manusia pada umumnya dan dapat membawa kemudaratan, yang menyebabkan orang tidak mampu untuk melakukannya sesuatu yang bermanfaat. (Al-Syatibi 2, tt, 104).
Masyaqqah ini menurut Ibn Nujim dibagi kepada tiga tingkatan :
a.    Kesulitan dan kepayahan yang benar dan berat, seperti kesusahan yang menimbulkan kebimbangan terjadinya kemudaratan pada jiwa dan anggota badan akibat dari melakukan puasa atau “qiyamulail” yang berkepanjangan. Masyaqqah ini mewajibkan takhfif, karena menjaga diri untuk melakukan ibadah lainnya lebih utama dari melaksanakan ibadah-ibadah di atas.
b.    Kesulitan yang ringan, seperti kesakitan yang masih dapat ditanggung dan tidak membawa kemudaratan. Masyaqqah ini tidak membawa keringanan hukum.
c.    Kesulitan pertengahan, seperti kesakitan biasa. Ketentuannya tergantung kepada kadar kesulitan itu sendiri, apabila ia lebih dekat kepada yang berat, maka perlu diringankan dan sebaliknya kalau dekat kepada yang ringan tidak ada kemudahan apa-apa (Ibn Nujim, 1968 : 82).
Selanjutnya dikatakan Ibn Nujim bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keringanan hukum ialah : a) Safar (perjalanan), b) Sakit, c) Paksaan, d) Lupa, e) Jahil, f) Bencana atau malapetaka, g) Tidak sempurna akal. (Ibn Nujim, 1968 : 81).
Sementara itu Wahbah Al Zuhaili menyebutkan tujuh macam keringanan bagi manusia dalam menjalankan kewajiban, apabila terdapat suatu masyaqqah pada dirinya, yaitu :
1.    Keringanan yang menggugurkan kewajiban (Takhfif Isqath). Seperti gugurnya kewajiaban puasa karena uzur terlalu tua.
2.    Keringanan yang mengurangkan (Takhfif Tanqish) seperti menqasarkan sembahyang ketika musyafir.
3.    Keringanan yang boleh menggantikan (Takhfif Ibdal) seperti menggantikan wudhu’ dengan tayamum ketika keadaan air dan dalam keadaan sakit.
4.    Keringanan boleh mendahulukan (Takkhfif Taqdim), seperti mendahulukan sembahyang ‘ashar waktu zhuhur dan sembahyang ‘isya waktu maghrib dalam musafir.
5.    Keringanan dengan mentakhirkan (Takhfif Takkhir) seperti mentakhirkan waktu Zhuhur pada waktu ‘ashar dan mentakhirkan maghrib pada waktu ‘isya.
6.    Keringanan yang memberikan rukhsah (Takhfif Tarkhish), seperti penggunaan najis untuk tujuan pengobatan dan melafazkan kata-kata kufur ketika dipaksa.
7.    Keringanan boleh mengubah (Takhfif Taghyir), seperti mengubah pergerakkan sembahyang ketika dalam peperangan atau ketika ketakutan. (Al-Zuhaili, 1982 : 205).
Selanjutnya, Ulama mazhab Syafi’i membagi rukhsah kepada lima macam :
1.    Rukhsah wajib, seperti memakan bangkai ketika darurat, berbuka puasa karena terlalu lapar atau dahaga (yang membawa kepada kebinasaan), meminum arak untuk meloloskan makanan yang tersangkut di kerongkonngan (ketika tidak ada yang lain).
2.    Rukhsah Sunnat, seperti menqasharkan sembahyang ketika dalam perjalanan, berbuka puasa karena sakit atau dalam perjalanan.
3.    Rukhsah Mubah, seperti akad jual beli “salam” akad sewa menyewa dan sebagainya.
4.    Rukhsah Khilaf al-Aula, seperti melafazkan kekufuran ketika dipaksa (hati tetap dalam iman),  berbuka puasa dalam perjalanan bagi orang yang tidak mengalami kesulitan.
5.    Rukhsah Makruh, seperti menqasarkan sembahyang dalam perjalanan yang memakan waktu kurang dari tiga hari malam. (Al-Zuhaili, 1986 : 115).
Dalam melakukan yang haram ketika dalam keadaan darurat dan hajat, seperti melafazkan kata-kata kufur ketika terpaksa, sedangkan dalam hati tetap beriman, juga seperti dipaksa berbuka puasa dalam bulan Ramadhan, memusnahkan harta orang lain. Meskipun boleh melafazkan kekufuran ketika terpaksa, tetapi golongan ini menganggap berama dengan ‘azimah (hukum asal) lebih utama. Sekiranya ia dibunuh karena tidak melafazkan, maka ia mendapat pahala syahid.

Boleh meninggalkan yang wajib, seperti harus berbuka puasa di bulan Ramadhan karena sakit atau musafir.
Boleh melakukan akad dalam berbagai persoalan musmalah, walaupun pada asalnya bertentangan dengan kaedah umum, seperti akad salam dan akad istishna’
Menghapuskan hukum yang menyulitkan terdapat dalam syari’at terdahulu, seperti membunuh diri untuk bertaubat dan mengoyak pakaian yang terkena najis. Rukhsah ini adalah bersifat “majazi” karena pada hakekatnya tidak dipakai lagi dalam syari’at Islam (Al-Zuhaili, 1986 : 116).
Berbeda dengan pembagian di atas, Al-Syatibi mengatakan bahwa rukhsah itu bersifat mutlak, tidak ada rukhsah wajib dan rukhsah sunat. Bagi Al-Syatibi hukum wajib makan bangkai ketika darurat, sebenarnya suatu ‘azimah yang tsabit’ (hukum asal yang tetap) untuk menjaga kelangsungan hidup agar tidak terjatuh ke dalam kebinasaan (Q.S. Al-Baqarah 195 dan An-Nisa 29) (Al-Syatibi, tt : 255, Al-Zuhaili, 1982 : 209). Sebagian ulam berpendapat bahwa rukhsah hanya mencakup persoalan-persoalan yang tidak ada nash tentang keharusannya. Jika ada nash secara qath’i rukshah tidak diterapkan walaupun ada masyaqqah. Pendapat ini masyhur di kalangan mazhab Hanafi. (Al-Zuhaili, 1982 : 2123).
3.    Masyaqqah yang membawa keringanan
Pada dasarnya untuk menentukan masyaqqah tidak bisa berpatokan kepada ‘urf, karena ‘urf manusia itu tidak sama, sering berubah dengan perubahan waktu dan tempat serta tidak ada batasan konkrit. Untuk menentukan hal itu harus dirujuk kepada kaedah ‘syar’iyah, seperti kata fuqaha “Masyaqqah yang tidak ditentukan dengan kaedah-kaedah syara’. Karena sesuatu yang tidak ditentukan syarat-syaratnya tidak harus dibatalkan atau tidak diperhitungkan”. (Al-Zuhaili, 1982 : 214). Sedangkan yang dimaksud dengan kaedah-kaedah syara’ ialah prinsip-prinsip umum dalam menentukan “maqashid al-syar’iyah” itu sendiri. Dalam praktek aplikasinya ada perbedaan antara aspek ibadat dan muamalat. Dalam ibadat ada tahapan tertentu yang menjadikan kusulitan itu membawa kepada keringanan, sementara dalam muamalat, keringanan berlaku kapan saja ada masyaqqah.
Al-Zuhaili mengutip pendapat ‘Izzuddin Abdussalam mengatakan bahwa dalam ibadah ada ketentuan tahapan masyaqqah yang paling rendah. Al-Zuhaili mencontohkan ibadah puasa, dimana perjalanan (safar) menjadi sebab bolehnya berbuka, karena ada masyaqqah. Maka apabila ditentukan kesulitan lain dlam ibadah puasa, hendaklah diqiyaskan kepada masyaqqah perjalanan. Sekiranya ada masyaqqah yang sama atau lebih, diharuskan berbuka walaupun bukan karena perjalanan (Al-Zuhaili, 1982 : 215). Sedangkan dalam aspek muamalat, keberadaan rukhsah diterima apabila syarat minimal di bidang muamalat telah dipenuhi, seperti segala syarat dalam jual beli salah dianggap telah dpenuhi apabila terjadinya suatu akad. Hal itu dikarenakan ada masyaqqah untuk memenuhi keinginan salah seorang “aqidain” tentang bentuk atau kualitas tertentu (Al-Zuhaili, 1982 : 217).

KESIMPULAN
Konsep setiap kesulitan membawa kepada kemudahan,  bukanlah suatau kaedah yang umum dala arti berlaku dan dipakai untuk semua masyaqqah. Seperti halnya dengan kaedah-kaedah fiqhiyah lainnya. Ia dipakai dalam beberapa persoalan tertentu. Oleh karena itu masyaqqah yang ada nashnya sebagai sebab keringanan, boleh diamalkan.
Sedangkan yang ada nash syara’ sebagai sebab keringanan, hendaklah dilaksanakan walaupun masyaqqah tidak terwujud secara nyata. Karena masyaqqah itu merupakan suatu hal yang maknawi dan sering berubah-ubah sesuai dengan kondisi individu, waktu dan tempat. Boleh jadi sesuatu itu dianggap masyaqqah bagi seseorang, tetapi bukan masyaqqah bagi yang lain. Seorang pengembara yang terbiasa hidup di padang pasir, tidak merasa ada kesulitan untuk melakukan ibadah puasa tepat pada waktunya, tetapi hal itu tentu akan berbeda dengan yang lainnya.
Demikian juga dengan seorang pengembara yang naik unta dibawah terik matahari di padang pasir, tidak sama kesulitannya dengan orang yang mengembara menggunakan pesawat terbang. Begitu pula yang musafir di musim panas tidak sama dengan yang musyafir di musim dingin dan berbeda pula antara musafir pejabat dengan bekal yang cukup dari musafir rakyat biasa dan sebagainya. Justru itu, boleh jadi tidak ada syarat atau kriteria khusus dalam menentukan masyaqqah yang bagaimana boleh membawa keringanan. Dalam banyak hal masyaqqah ditentukan dengan adanya “illat atau sifatnya saja sebagai asas bagi adanya takhfif, tanpa melihat kepada hakekat masyaqqah yang abstrak itu. Perjalanan menjadi sebab adanya takhfif, karena menurut adatnya ada musyaqqah, demikian juga dengan sakit sebagai dasar takhfif, karena menurut kebiasaannya membawa kemudaratan dan kesusahan.

Written by Prof. Dr. Suhar AM, M.Ag
Source By 
http://www.iainjambi.ac.id/arsip-berita-instititut/849-konsep-masyaqqah-dan-rukhsah-dalam-perspektif-hukum-islam.html

Cerita Humor | Kocak Abis- Dari kelas 1 Ke S3

 KEmin baru masuk SD kelas 1, hari pertama dia sdh protes sama ibu guru..

“Bu.. sy seharusnya duduk di kelas 3..”
Bu guru nya heran.. “Kenapa kamu yakin begitu..?”
Kemin menjawab dg mantap..”Soalnya saya lebih pintar dr kakak saya yg sekarang kelas 3..”
... Akhirnya bu guru membawa kemin ke ruang KepSek..Setelah diceritakan oleh bu guru, pak KepSek mencoba menguji Kemin lsg dg berbagai materi pelajaran …murid kelas 3 SD..

+Kepsek: Berapa 16 dikali 26?
-Kemin: 416
+Kepsek: Perang Diponegoro ber lsg tahun berapa?
-Kemin: 1825-1830
+Kepsek: Siapa penemu lampu bohlam?
-Kemin: Thomas Alfa Edison
+Kepsek: Hewan yg memakan daging dan tumbuhan termasuk golongan apa?
-Kemin: omnivora

Setelah beberapa pertanyaan, pak Kepsek bilang ke ibu guru
“Kelihatan nya Kemin memang cerdas, saya rasa bisa masuk dikelas 3..”
Tapi ibu guru masih blm yakin “coba sy tes lg pak kepsek..” kata bu guru.
+Ibu guru: Benda apakah yg huruf pertamanya K.. huruf terakhirnya L.. yg bisa menjadi tegang, bisa lemas.? (mendengar pertanyaan pak Kepsek melongo kaget..)
-kemin: Ketapel..
+Ibu guru: OK, sekarang apakah yg huruf pertamanya M.. huruf terakhir K.. ditengah benda itu ada kacang nya?.. (pak kepsek makin melongo.. sambil melap keringat di jidatnya..)
-Kemin: Martabak..
+Ibu guru: OK, berikut..Kegiatan apa kah yg biasa dilakukan anak remaja dikamar mandi dg gerakan yg ber ulang2.., huruf pertamanya M, huruf terakhir I..?(pak kepsek makin salah tingkah denger pertanyaan bu guru)
-Kemin: Menggosok Gigi..
+Ibu guru: Kegiatan apakah yg biasa dilakukan pria dan wanita yg lg pacaran dimalam hari, huruf pertamanya N, huruf terakhir T.. (pak kepsek nyaris pingsan denger pertanyaan terakhir..)
-Kemin: Nonton Midnight..
Sebelum bu guru melanjutkan perta nyaan, pak kepsek memotong… ”ibu guru.. Kemin masukin ke universitas aja… saya yg lulusan S-3 aja salah terus jawabnya

Sebenarnya Apakah Peran Dan Fungsi Pemerintahan ?


A. Peran Pemerintah
Secara umum tingkat penerapan desentralisasi suatu negara mendasari cara negara (pemerintah) dalam mendefinisikan perannya dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya.  Apakah negara harus terlibat dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, ataukah negara hanya melibatkan diri sebatas pada bidang-bidang diluar kemampuan masyarakat? Apakah segala urusan harus dikendalikan pemerintah pusat, atau sejauh mungkin dilaksanakan oleh pemerintah lokal, kecuali hal-hal fundamental yang menyangkut kepentingan umum masyarakat negara? Hal-hal tersebut merupakan persoalan-persoalan yang signifikan.
Antara Pemerintah dan Swasta. Perbedaan cara pandang pelaksanaan fungsi pemerintah itu digambarkan oleh Pratikno, dari perspektif liberal dan perpektif sosialis. Dari perspektif pertama bahwa negara tidak perlu melakukan campur tangan dalam penyediaan pelayanan masyarakat, sementara dari perspektif terakhir diyakini bahwa kehadiran itu mutlak diperlukan. Dalam perspektif liberal, kehadiran pemerintah hanya diperlukan untuk menjaga keamanan. Fungsi utama pemerintah hanyalah kepolisian sementara fungsi-fungsi lainnya menjadi wewenang masyarakat, baik sebagai individu, kelompok sosial maupun pengusaha swasta. Perspektif ini membatasi fungsi pemerintahan sebagai fungsi “sisa” yaitu fungsi-fungsi penyediaan barang dan jasa yang tidak bisa disediakan oleh unit tingkat bawahnya atau pihak-pihak di luar pemerintah. Artinya pemenuhan kebutuhan hidup diawali dari tanggungjawab individu, naik ke tingkat kelompok atau unit sosial yang kecil,  pemerintah lokal yang paling rendah selanjutnya bergulir ke atas. Besarnya keterlibatan pemerintah dalam pelayanan publik dianggap mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, kesempurnaan mekanisme pasar yang dipercaya akan mampu mencapai efisiensi, akan terganggu. Kedua, dianggap  memperkecil kebebasan individu dan kelompok-kelompok masyarakat untuk menentukan kepentingan dan pilihannya sendiri,   pada akhirnya dianggap  membahayakan demokrasi.
Sedangkan perspektif sosialis menganggap bahwa penetrasi pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa keperluan individu dan masyarakat mutlak dibutuhkan. Bagi mereka mekanisme pasar tidak bisa diandalkan menjamin tercapainya efisiensi. Mereka berasumsi bahwa persaingan  bebas dalam mekanisme pasar meciptakan ketimpangan distribusi kesejahteraan, sebab kemampuan setiap orang untuk bersaing berbeda-beda. Akibatnya mereka yang kuat memenangkan persaingan dan akan memunculkan kemungkinan terjadinya praktek eksploitasi. (dalam Haryanto, dkk, 1997 : 41-43).
Terlepas dari perdebatan tersebut, dalam pelaksanaan fungsi pencapaian tujuan negara yang pada dasarnya pelayanan (dalam arti luas) kepada masyarakat, peran pemerintah sangat diperlukan, apalagi di dalam masyarakat yang modern.
Antara Pusat dan Daerah. Perbedaan cara pandang dari dua perspektif sebagaimana tersebut di atas mempunyai implikasi yang cukup luas terhadap keberadaan pemerintahan daerah. Hal itu menyangkut persoalan desain kebijakan pemerintahan daerah sehingga diharapkan mampu mentransformasikan fungsi-fungsi sesuai cara pandang suatu rezim. Logika itu dapat dipahami dengan dukungan realitas yang ada bahwa pemerintah daerah merupakan sub-komponen geografis dari suatu negara berdaulat, sehingga ia berfungsi memberikan pelayanan umum pada suatu wilayah tertentu (S.H. Sarundajang, 2001 : 25) Secara operasional refleksi perbedaan itu teraplikasi dalam prinsip pengorganisasian pemerintahan daerah yang bernuansa administratif atau politis.  Secara empiris model-model pemerintahan daerah ala Rusia dan pemeritahan daerah model Inggris dapat dipandang sebagai reprensentasi keadaan tersebut.
Dalam sistem pemerintahan model Rusia, semua lembaga pemerintahan daerah merupakan bagian integral dari birokrasi pemerinahan nasional, peraturan di setiap tingkat didominasi oleh kebijakan partai tungal. Sedangkan pemerintahan daerah model Inggris, mempunyai karakteristik otonomii yang besar, semua kekuatan bertumpu pada dewan, menggunakan komite secara luas (S.H. Sarundajang, 2001 : 39). Pemerintahan daerah model Rusia sangat bernuansa administratif, berdasar prinsip-prinsip pencapaian fungsi secara efektif dan efisien dengan mengesampingkan nilai-nilai demokratis. Sementara pemerintahan daerah model Inggris sangat bernuansa politis, sangat memperhatikan nilai-nilai demokratis, sehingga pemerintahan daerah di desain untuk keseimbangan keinginan negara dan masyarakat lokal.

B. Fungsi Pemerintahan
Menurut Ryaas Rasyid, tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah menjaga  ketertiban dalam kehidupan  masyarakat sehingga setiap warga dapat menjalani kehidupan secara tenang, tenteram dan damai. Pemerintahan modern pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat, pemerintahan tidak diadakan untuk melayani dirinya sendiri. Pemerintah dituntut mampu memberikan pelayanan kepada masyarakatnya dan menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap orang dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama (dalam  Haryanto dkk, 1997 : 73).
Secara umum fungsi pemerintahan mencakup tiga fungsi pokok yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (H. Nurul Aini dalam  Haryanto dkk, 1997 : 36-37).
  • Fungsi Pengaturan.
Fungsi ini dilaksanakan pemerintah dengan membuat peraturan perundang-undangan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat. Pemerintah adalah pihak yang mampu menerapkan peraturan agar kehidupan dapat berjalan secara baik dan dinamis. Seperti halnya fungsi pemerintah pusat, pemerintah daerah juga mempunyai fungsi pengaturan terhadap masyarakat yang ada di daerahnya. Perbedaannya, yang diatur oleh Pemerintah Daerah lebih khusus, yaitu urusan yang telah diserahkan kepada Daerah. Untuk mengatur urusan tersebut diperlukan Peraturan Daerah yang dibuat bersama antara DPRD dengan eksekutif.
  • Fungsi Pelayanan.
Perbedaan pelaksanaan fungsi pelayanan yang dilakukan Pemerintah  Pusat dan Pemerintah Daerah terletak pada kewenangan masing-masing. Kewenangan pemerintah pusat mencakup urusan Pertahanan Keamanan, Agama, Hubungan luar negeri, Moneter dan Peradilan. Secara umum pelayanan pemerintah mencakup pelayanan publik (Public service) dan pelayanan sipil (Civil service) yang menghargai kesetaraan.
  • Fungsi Pemberdayaan.
Fungsi ini untuk mendukung terselenggaranya otonomi daerah, fungsi ini menuntut   pemberdayaan Pemerintah Daerah dengan  kewenangan  yang cukup dalam pengelolaan sumber daya daerah guna melaksanakan berbagai urusan yang didesentralisasikan. Untuk itu Pemerintah Daerah perlu meningkatkan peranserta masyarakat dan swasta dalam kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Kebijakan pemerintah, pusat dan daerah, diarahkan untuk meningkatkan aktifitas ekonomi masyarakat, yang pada jangka panjang dapat menunjang pendanaan Pemerintah Daerah. Dalam fungsi ini pemerintah harus memberikan ruang yang cukup bagi aktifitas mandiri masyarakat, sehingga dengan demikian partisipasi masyarakat di Daerah dapat ditingkatkan. Lebih-lebih apabila kepentingan masyarakat diperhatikan, baik dalam peraturan maupun dalam tindakan nyata pemerintah.

Sumber :http://muslimpoliticians.blogspot.com/2011/12/peran-dan-fungsi-pemerintahan.html

Ternyata Cinta Itu Bukan pada Pandangan Pertama tapi Pandangan ke- 6

Ditulis Oleh pakbendot.com pada Minggu, 16 Desember 2012

 Istilah jatuh cinta pada pandangan pertama adalah sesuatu yang sangat populer di kalangan kita, terutama bagi mereka yang sedang jatuh cinta. Bagi beberapa orang, mereka skeptis bahwa tidak ada yang namanya cinta pada pandangan pertama, mereka lebih percaya bahwa tumbuhnya cinta memerlukan waktu. Kata pepatah Jawa, witing tresno jalaran soko kulino, cinta datang karena terbiasa (sering berkomunikasi/melakukan sesuatu bersama).

Beberapa orang lagi mengatakan, "Anda tidak akan percaya pada cinta pada pandangan pertama hingga benar-benar mengalaminya sendiri." Benarkah? Sedikit aneh memang, bagaimana mungkin pada kehidupan nyata, kita bisa jatuh cinta pada seseorang hanya dalam sekali menatap, lalu BOOM, Anda jatuh cinta padanya. Tampaknya memang mustahil, sebuah penelitian di Inggris sepakat bahwa cinta pada pandangan pertama memang tidak ada.

Dalam jurnal The Psychological Science seperti dilansir Genius Beauty dituliskan bahwa peneliti telah berhasil memecahkan mekanisme cinta para wanita Inggris. Dalam pandangan mereka, para wanita mengevaluasi daya tarik seorang pria dari penampilannya, aroma tubuh, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh pria tersebut. Para peneliti mengatakan bahwa semua hal itu memerlukan waktu 45 detik dan enam pandangan, bukan satu.

Pandangan #1: pada saat ini, lima detik diperlukan untuk menatap bola mata dan membaca 'isi' bola mata pria.

Pandangan #2: sepuluh detik selanjutnya, wanita akan menilai pakaian dan kerapian yang melekat di tubuh pria.

Pandangan #3: lima detik selanjutnya diperlukan untuk menilai model rambut.

Pandangan #4: pada pandangan ini, wanita akan menilai bagaimana tangan si pria. Seberapa kokoh lengannya dan bagaimana jika ada cincin pernikahan yang melingkar di jari sang pria.

Pandangan #5: alas kaki yang dipakai pria akan menjadi fokus pada pandangan kelima.

Pandangan #6: pada pandangan terakhir, wanita akan memakai 15 detik untuk menentukan apakah gaya berjalan, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh si pria.

Itulah hasil penelitian yang dilakukan pada wanita Inggris dan tampaknya juga berlaku pada wanita dari belahan dunia lain. Love at first sight doesn't exist, Ladies. Setuju atau tidak setuju? (wo/wsw)